Senin, 20 Maret 2017

Tugas Penulisan 1 (PSIKOTERAPI)


CONTOH KASUS PENDEKATAN PSIKOANALISIS

contoh kasus dari dari asosiasi bebas dimana klien diberikan untuk memunculkan ketidak sadarannya

Indah pernah mengalami trauma pada masa kanak-kanak karena mendapatkan kekerasan oleh ayah kandungnya sendiri, dan sampai besar pun Indah merasa takut kepada ayahnya, karena ayahnya sering melampiaskan kemarahan, dan kekecewaannya kepada Indah.
Terapis mencoba menggali informasi dengan membuat Indah (Klien) terpancing emosinya dengan mengingat perbuatan ayahnya. Dari hal tersebut Indah melampiaskan suatu emosinya yaitu dengan di arahkan kesuatu ruangan dimana Indah bisa mengekpresikan kemarahannya dengan  menggunakan boneka yang di anggap seperti ayahnya. Indah pun mengutarakan keluh kesahnya pada boneka tersebut dan kemudian Indah bertanya kepada boneka mengapa pada saat masa kecil saya sering mendapatkan perlakuan kekerasan.Setelah Indah (klien) mengungkapkan semua yang menjadi keluh kesahnya, diharapkan terapis dapat memberikan arahan kepada klien bahwa apa yang diyakininya tersebut adalah salah serta membuat Indah menjadi sedikit demi sedikit merasa lebih baik dan dapat sembuh dari trauma yang dialaminya.Terapis juga diharapkan dapat membuat Indah (Klien) lebih santai atau relaks pada saat klien menyampaikan semua yang ada didalam benaknya tersebut

Tugas Softskill 1 (PSIKOTERAPI)

I.            PENGERTIAN PSKOTERAPI
Pengertian Psikoterapi menurut para ahli :
1.      Watson & Morse (1977) psikoterapi merupakan bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis pada mana pasien memulai interaksi karea ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.
2.      Corsini (1989) psikoterapi adalah pross formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (Distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malfungsi pada salah satu bidang berikut yaitu fungsi kognitif, fungsi afektif atau fungsi perilaku.
3.      Ivey & Simek-Downing (1980) psikoterapi adalah proses jangka panjang berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian.

Tujuan Psikoterapi
1.      Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik menurut Ivey, et al (1987) yaitu membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadian dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2.      Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis menurut Corey (1991) yaitu membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
3.      Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian terpusat pada pribadi, menurut Ivet, et al (1987) yaitu untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik
4.      Tujuan psikoterapi dengan pendekatan terpusat pada pribadi menurut Corey (1991) yaitu untuk memberikan suasana aman, bebas agar klien mengeksplorasi diri dengan enak.
5.      Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behavioristik menurut Ivet, et al (1987) yaitu untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
6.      Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt yang dirumuskan oleh Ivey, et al (1987) yaitu agar seseorang menyadari mengenai khidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupanya.

Unsur-unsur Psikoterapi
Menurut Masserman (Karasu, 1984) melaporkan bahwa ada 7 parameter pengaruh dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi yaitu :
1.      Peran sosial (Martabat) psikoterapis
2.      Hubungan (Persekutuan terapiutik)
3.      Hak
4.      Restropektif
5.      Re-edukasi
6.      Rehabilitasi
7.      Resosialisasi dan rekapitulasi 

Perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling
Konseling menurut Schertzer dan Stone (1980) adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dengan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakini sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull, 2011) mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional.
Dari definisi diatas diperoleh bahwa perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling yaitu :
Konseling lebih terfokuskan pada interaksi antara konselor dengan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseling berlangsung serta memberikan solusi agar konseli dapat memahami lingkungannya dan dapat menentukan tujuannya berdasarkan nilai yang diyakininya.
Psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap suatu masalah yang sifatnya emosional dan lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan untuk menghilangkan simptom-simptom yang dianggap mengganggu dan perkembangan kepribadian kearah yang positif.

Pendekatan terhadap mental illness
1.      Psikoanalisis dan Psychodinamic
Berfokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadarnya untuk mendapat solusi.
2.      Behavior therapy
Berfokus dalam hukum pembelajaran. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses pembelajaran seumur hidupnya. Manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (Hubungan sebab akibat atau aksi reaksi).
3.      Cognitive therapy
Penyebab disfungsi pikiran dan menyebabkan disfungsi perilaku. Tujuan utamanya yaitu mengubah pola pikir dengan cara mengubah serta meningkatkan kesadaran dalam pola pikir rasional.
4.      Humanistic therapy
Setiap manusia itu unik dan setiap manusia itu sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
5.      Integrative therapy
Apabila seorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang namanya tidak cukup bila ditangani oleh satu metode psikoterapi saja.

II.            TERAPI PSIKOANALISIS
Terapi Psikoanalisis menekankan fungsi pemecahan masalah dari segi ego yang berlawanan dan agresif dari id, serta teknik yang dilakukan dengan cara menggali permasalahan atau pengalaman masa lalu dan dorongan yang tidak disadari.
Konsep dasar teori Psikoanalisis tentang kepribadian
Freud mengemukakan tiga struktur kepriadian yaitu id, ego dan superego. Ketiganya diyakini terbentuk secara mendasar pada usia tujuh tahun.
-          Id : Merupakan bagian dari komponen kepribadian yang dibawa sejak lahir dari seornag individu.  Merupakan suatu komponen primitif dan naluriah, menurut Freud id adalah sumber segala energi psikis sehingga merupakan komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan yang berusaha untuk mendapatkan kesenangan segera dari semua keinginan dan kebutuhan.
-          Ego : Prinsip kepribadian jenis ego ini adalah mengenai hal yang berhubungan dengan realitas serta kenyataan yang ada. Ego dimulai serta dibawa sejak lahir tetapi berkembang bersamaan dengan hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya.
-          Superego : Sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (Menyangkut baik buruk) . merupakan aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari orang tua dan masyarakat.

Unsur-unsur terapi
1.      Muncul gangguan
Terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi akar permasalahan dari klien, untuk lebih mengenal karakteristik penyebab gangguan tersebut, kemudian terapis memperkuat konidis psikis dari diri klien, shingga apabila klien mengalami gangguan yang serupa diri klien akan lebih siap menghadapi dan mencari solusi dengan cepat.
2.      Tujuan terapi
Terfokus kepada upaya penguatan diri klien, agar dikemudian hari apabila klien mengalami problem yang sama maka klien akan lebih siap.
3.      Peran terapis
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melaukukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis, membangun hubungan kerja dengan klien dengan banyak mendengar dan menafsirkan, terapis memebrikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien, mendengarkan kesenjangan dan pertentangan pada cerita klien.

Teknik terapi
1.      Asosiasi Bebas
Dalam teknik ini klien diminta untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
2.      Analisis Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk simbol sebagai jalan menuju pemuasan. Berawal dari ketidakpuasan Freud terhadap metode terapeutik konvensional yaitu, perangsangan listrik, hidroterapi, pijat dan sebagainya, kemudian Freud beralih menggunakan hipnosis untuk tujuan katarsis. Pendekatan terapeutiknya adalah menghipnosis pasien dan menyuruhnya berbicara tentang asal mula dari setiap simtomnya. Ia menanyakan apa yang menakutkan pasien ketika peristiwa itu terjadi, dan sebagainya. Pasien menjawab dengan mengemukakan serangkaian ingatan yang sering dibarengi oleh afek yang hebat. Pada akhir sesi tertentu, Freud mengemukakan bahwa pasien melupakan ingatan-ingatan menggelisahkan yang telah muncul.
3.      Penafsiran atau Interpretasi
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resitensi dan transferensi. Caranya dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien.
4.      Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpress tersebut. Dalam tingkat tertentu, resistensi itu ada dari awal sampai akhir perawatan. Resistensi mempertahankan status quo neurosis pasien. Resistensi menentang analis, pekerjaan analitik, dan ego rasional pasien. Resistensi adalah suatu konsep operasional, bukan sesuatu yang baru diciptakan analis. Situasi analitik menjadi arena di mana resistensi-resistensi itu mengungkapkan dirinya.
5.      Analisis Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transference dalam arti sebenarnya adalah suatu bentuk ingatan dari kejadian-kejadian yang telah dialami dan yang diulang kembali dalam keadaan sekarang atau yang akan datang (Gunarsa, 2001). Analisis transferensi terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya dispalcement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapis yang menanganinya. Transferensi itu menunjukkan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapis sering jadi sasaran atau pengganti. Di sini terapis berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapis, sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang sedang dialami. Situasi transferensi penting untuk psikoanalisis. Perasaan transferensi diperoleh terapis dan hanya dipindahkan kepadanya dari pengalaman pasien sebelumnya, biasanya pengalaman dengan orang tuanya. Dengan kata lain, perasaan pasien terhadap analis adalah sama dengan perasaan sebelumnya terhadap salah satu atau kedua orang tua. Sejauh perasaan ini memanifestasikan dirinya sebagai perhatian atau cinta (transferensi positif), maka transferensi tidak mengganggu proses perawatan, bahkan menjadi sekutu yang berpengaruh terhadap proses terapeutik. Transferensi positif memungkinkan pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dalam iklim perawatan analitik yang tidak mengancam. Akan tetapi, transferensi negative dalam bentuk permusuhan harus diketahui terapis dan menjelaskan kepada pasien supaya ia dapat mengatasi setiap resistensi terhadap perawatan.

III.            TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Dasar terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam terapi Humanistik ini adalah Terapi yang berpusat kepada klien Client-Centered Theraphy.

Konsep dasar teori Eksistensial tentang kepribadian
1.      Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia dapat berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang maka semakin dia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi.
2.      Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi bagian dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang dimana merupakan sesuatu yang patologis, sebab dia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3.      Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti lain bahwa selalu berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional dan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Unsur-unsur terapi
1.      Muncul gangguan
Terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi akar permasalahan dari klien, untuk lebih mengenal karakteristik penyebab gangguan tersebut, kemudian terapis memperkuat konidis psikis dari diri klien, shingga apabila klien mengalami gangguan yang serupa diri klien akan lebih siap menghadapi dan mencari solusi dengan cepat.
2.      Tujuan terapi
Terfokus kepada upaya penguatan diri klien, agar dikemudian hari apabila klien mengalami problem yang sama maka klien akan lebih siap.
3.      Peran terapis
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melaukukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis, membangun hubungan kerja dengan klien dengan banyak mendengar dan menafsirkan, terapis memebrikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien, mendengarkan kesenjangan dan pertentangan pada cerita klien.

Teknik-teknik terapi
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, metode penanaman pemahaman masalah klien sendiri sehingga dirinya dapat menerima dirinya sepenuhnya dan menjadi seorangan yang adequate. Untuk mencapai itu konselor hanya menerima apa yang diucapkan oleh klien dan merespon dengan sikap positif dan ekspesif atau emphatik, dan memberikan penghargaan tak bersarat pada klien. Maka, jelas pada pendekatan ini yang lebih aktif adalah klien. Karena konselor hanya sebagai cermin, tempatnya merefleksikan dan melihat proyeksi diri.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1.      Penerimaan
2.      Rasa hormat
3.      Memahami
4.      Menentramkan
5.      Memberi dorongan
6.      Pertanyaan terbatas
7.      Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
8.      Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9.      Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna

IV.            PERSON CENTERED THERAY (ROGERS)
Pendekatan terapi person centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya.

Konsep dasar pandangan Rogers tentang kepribadian
Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
1.      Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2.      Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3.      Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
4.      Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5.      Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6.      Konsep Diri
Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7.      Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8.      Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9.      Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.
10.  The Fully Functioning Person
Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.

Unsur-unsur terapi
1.      Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik–teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap–sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik–teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2.      Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak dapat memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.

Teknik-teknik terapi
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut;
1.      Menerima
Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
2.      Keselarasan (congruence)
Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
3.      Pemahaman
Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
4.      Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini
Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
5.      Hubungan yang membawa akibat